ETIK NEWS— Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal resmi kukuhkan pengurus Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI) Provinsi Lampung periode 2025-2030, Senin (19/5/2025) di Balai Keratun, Komplek Kantor Gubernur Lampung.
Gubernur Mirza menyampaikan apresiasi kepada para pengusaha dan pelaku industri tapioka yang telah menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan, menciptakan lapangan kerja, dan menjadi bagian vital dari rantai pasok pangan nasional.
“Semoga pengurus baru ini menjalankan amanah dengan integritas, inovasi, dan semangat kolaboratif untuk kemajuan industri tapioka nasional, khususnya dari Bumi Ruwa Jurai tercinta,” ujarnya penuh harap.
Lampung memang menjadi lumbung singkong terbesar Indonesia dengan produksi mencapai 7,9 juta ton pada 2024, menyumbang 51% produksi nasional.
Sejarah panjang hilirisasi singkong di Lampung dimulai sejak era Gubernur Oemarsono (1997-2003) dengan program Industri Tapioka Rakyat (Itara). Berkat program ini, masyarakat Lampung menanam singkong besar-besaran, sekaligus tumbuhnya industri pengolahan tapioka yang menguasai pasar nasional.
Gubernur Mirza menegaskan pentingnya sinergi aktif antara pemerintah, petani, dan pengusaha untuk menjaga dan meningkatkan posisi singkong Lampung di pasar.
“Saya menyayangkan komoditas seperti lada dan kopi yang dulu jadi kebanggaan Lampung kini menurun daya saingnya. Singkong pun harus punya nilai tawar kuat, kalau tidak, kita akan kalah bersaing,” ujarnya tegas.
Singkong bukan hanya komoditas pangan, melainkan juga bahan baku strategis industri yang diolah menjadi produk seperti tapioka, bioetanol, pakan ternak, kosmetik, dan farmasi. Pemerintah pun sudah menetapkan harga dasar singkong sebesar Rp1.350/kg dalam Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025.
Di Lampung, industri pengolahan tapioka tersebar di sejumlah kabupaten sentra produksi seperti Lampung Tengah, Lampung Timur, Tulang Bawang, dan Way Kanan, menyerap ratusan ribu tenaga kerja secara langsung maupun tidak langsung.
Gubernur Mirza mengajak seluruh pelaku usaha untuk bersinergi dengan pemerintah, akademisi, dan komunitas petani dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi, diversifikasi produk turunan, dan mengadopsi teknologi ramah lingkungan.
“Pengusaha Lampung adalah pejuang tangguh yang tetap bertahan dan memberi kontribusi besar di tengah ketidakpastian ekonomi global. Pemerintah siap membuka ruang dialog dan mendukung regulasi agar industri tapioka Lampung makin kuat dan modern,” pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, Welly Soegiono resmi dilantik sebagai Ketua PPTTI Lampung bersama pengurus lainnya. Welly menyampaikan PPTTI saat ini beranggotakan 39 perusahaan dan akan bermitra membina petani untuk meningkatkan kualitas hasil panen dan kadar pati singkong.
“Kami ingin meningkatkan keuntungan petani sekaligus menekan harga pokok perusahaan. Upaya ini juga untuk memperpendek rantai niaga, supaya petani bisa langsung menjual ke pabrik tanpa melalui tengkulak,” jelas Welly.
Ia berharap sinergi aktif ini bisa menemukan solusi atas tantangan petani dan pengusaha, sehingga memberi kemudahan dan kemajuan bagi industri tapioka Lampung.
Mewakili Kemenko Pangan, Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Produk Tanaman Pangan Kus Prisetiahadi menegaskan posisi strategis Lampung sebagai produsen ubi kayu terbesar nasional dan pusat industri tepung tapioka. Ia menyampaikan upaya Kemenko Pangan untuk melindungi petani dari tekanan produk impor melalui pengaturan komunitas ubi kayu dalam kategori Larangan Terbatas (Lartas).***